Prestasi membanggakan kembali ditorehkan oleh mahasiswa Universitas Negeri Makassar (UNM). Tim Program Kreativitas Mahasiswa Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH) 2025 yang diketuai oleh Whennie Youngger Oeitama dari Prodi Pendidikan Matematika, berhasil lolos pendanaan nasional dengan judul proposal “MathAR: Modul Augmented Reality Berbasis Etnomatematika Museum Kota Makassar sebagai Solusi Peningkatan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Geometri Siswa Sekolah Dasar.”
Beranggotakan Flora Frisilia Sitandi, Sri Reski, dan Widhi Kesawa Wijayana (ketiganya dari Pendidikan Matematika), serta Dina Fitriani (Pendidikan Guru Sekolah Dasar), tim ini mengembangkan modul pembelajaran geometri interaktif berbasis teknologi Augmented Reality (AR) yang terintegrasi dengan nilai-nilai budaya dari Museum Kota Makassar.
MathAR hadir sebagai solusi terhadap permasalahan rendahnya kemampuan pemahaman konsep dan pemecahan masalah geometri siswa SD di Indonesia khususnya di Kota Makassar. Berdasarkan data TIMSS dan PISA, skor matematika siswa Indonesia masih berada di bawah rata-rata internasional. Salah satu penyebabnya adalah pembelajaran yang bersifat hafalan dan minim konteks budaya. MathAR memadukan teknologi AR dan pendekatan etnomatematika untuk menciptakan pembelajaran yang kontekstual, visual, dan menyenangkan.
Dalam riset ini, tim mengeksplorasi nilai filosofis dan struktur geometris dari desain arsitektur serta koleksi Museum Kota Makassar. Objek-objek budaya tersebut kemudian dikemas dalam bentuk modul pembelajaran yang bisa diakses melalui perangkat gawai, dan memperlihatkan model 3D yang interaktif.
“Dengan menggabungkan teknologi dan budaya, kami ingin menunjukkan bahwa pembelajaran matematika bisa lebih dekat dengan kehidupan nyata dan menjadi sarana untuk menghargai warisan budaya lokal,” ujar Whennie selaku ketua tim.
Kegiatan riset ini akan berlangsung selama empat bulan dan dibimbing langsung oleh Dr. Muhammad Ammar Naufal, M.Ed., Ph.D. selaku dosen pendamping.
Tim MathAR berharap inovasi mereka bisa menjadi inspirasi bagi pengembangan pembelajaran matematika yang lebih humanistik, adaptif, dan berbasis kearifan lokal di era digital.
“Kami berharap MathAR menjadi jembatan antara generasi muda dan warisan budayanya, sambil tetap adaptif terhadap kemajuan teknologi,” tutup Whennie
